Sabtu, 17 September 2022

Rangkaian doa dari Al Qur'an

Al qur'an di turunkan sebagai sebaik-baik petunjuk dari Tuhan Semesta Alam. Di dalamnya banyak kisah dan doa-doa yang Allah telah tunjukkan kepada kita sebagai wasilah untuk meminta kepadaNya.

di antaranya adalah:

1. doa nabi Yunus AS:

Laa ilaaha illaa anta. Subhanaka inni kuntu minazzholimin. (QS: al anbiya ayat 87)

artinya: Tiada Tuhan selain Engkau. Maha suci Engkau. Sesungguhnya aku termasuk orang orang yang zalim.

2. doa nabi Musa As

Robbi inni zholamtu nafsii faghfirlii (QS: al qoshosh ayat 16)

artinya: Tuhanku, sesungguhnya aku telah menzalimi diriku sendiri maka ampunilah aku.

3. doa nabi Musa As

Robbi inni limaa anzalta ilayya min khoirin faqiir. (QS: al qoshosh ayat 25)

artinya: Tuhanku, sesungguhnya aku sangat membutuhkan suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.

Kamis, 09 Juni 2022

Tafsir ayat 1000 Dinar (Surah at-thalaq ayat 2-3)

 

Surah at-Thalaq ayat 2-3
 

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepadaku Kahmas ibnul Hasan, telah menceritakan kepada kami Abus Salil, dari Abu Zar yang mengatakan bahwa,

Rasulullah Saw. membaca ayat ini, yaitu firman-Nya: "Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya." (Ath-Thalaq: 2-3), hingga akhir ayat. Kemudian beliau Saw. bersabda: "Hai Abu Zar, seandainya semua manusia mengamalkan ayat ini, niscaya mereka akan diberi kecukupan". Abu Zar melanjutkan, bahwa lalu Rasulullah Saw. membaca ayat ini berulang-ulang kepadanya hingga ia merasa mengantuk.

-----------------------------------------------------------------------

Dan ayat yang paling besar mengandung jalan keluar dalam Al-Qur'an adalah firman Allah Swt.: "Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar." (Ath-Thalaq: 2)

Di dalam kitab Musnad Imam Ahmad disebutkan bahwa telah menceritakan kepadaku Mahdi ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Al-Wa!id ibnu Muslim, dari Al-Hakam ibnu Mus'ab, dari Muhammad ibnu Ali ibnu Abdullah ibnu Abbas, dari ayahnya, dari kakeknya (yaitu Abdullah ibnu
Abbas) yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

"Barang siapa yang memperbanyak bacaan istigfar, maka Allah akan mengadakan baginya dari setiap kesusahan pemecahannya dan dari setiap kesempitan jalan keluar dan Allah memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya."

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: "Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar." (Ath-Thalaq: 2) Bahwa Allah akan menyelamatkannya dari setiap kesusahan di dunia dan akhirat. "Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya." (Ath-Thalaq: 3)

Ar-Rabi' ibnu Khaisam telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: "niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar." (Ath-Thalaq: 2) Maksudnya, jalan keluar dari setiap perkara yang menyempitkannya, yakni menyusahkannya.

Ibnu Mas'ud dan Masruq mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: "Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar." (Ath-Thalaq: 2) Yakni dia mengetahui bahwa jika Allah menghendaki, niscaya memberi­nya; dan jika Allah tidak menghendaki, niscaya Dia mencegahnya. "dari arah yang tiada disangka-sangkanya." (Ath-Thalaq: 3) Maksudnya, dari arah yang tiada diketahuinya.

Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: "Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar." (Ath-Thalaq: 2) Yaitu dari semua kesulitan urusannya dan kesusahan di saat menjelang kematiannya. "Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya." (Ath-Thalaq:3) Yakni sesuai dengan apa yang dicita-citakannya, tetapi tidak terlintas dalam benaknya akan dapat diraih.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abdullah ibnu Isa, dari Abdullah ibnu Abul Ja'd, dari Sauban yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: "Sesungguhnya seseorang hamba benar-benar tersumbat rezekinya disebabkan suatu dosa yang dilakukannya. Dan tiada yang dapat menolak takdir selain doa. Dan tiada yang dapat menambah usia selain dari kebaikan."

Imam Nasai dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Sufyan As-Sauri dengan sanad yang sama.

Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa Malik Al-Asyja'i datang kepada Rasulullah Saw., lalu melaporkan kepada beliau bahwa salah seorang anaknya yang bernama Auf ditawan oleh musuh. Maka Rasulullah Saw. bersabda kepadanya:

"Sampaikanlah kepadanya, bahwa sesungguhnya Rasulullah menganjurkan kepadamu untuk memperbanyak ucapan, 

  لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ

(Laa hawla walaa quwwata illaa billaah)

'Tiada daya (untuk menghindar dari kemaksiatan) dan tiada kekuatan (untuk mengerjakan ibadah) kecuali dengan (pertolongan) Allah.”

Tersebutlah bahwa kaum musyrik telah mengikat anak Malik itu pada sebuah tiang, lalu tiang itu roboh dan ia dapat melepaskan diri dari ikatannya. Maka ia keluar melarikan diri. Tiba-tiba ia menjumpai seekor unta milik mereka, maka ia langsung menaikinya dan memacunya. Ketika di tengah jalan ia menjumpai sekumpulan ternak yang banyak jumlahnya milik kaum yang telah menawannya dan yang telah mengikatnya. Lalu ia menggiring ternak unta itu hingga semua ternak unta lari mengikutinya tanpa ada seekor unta pun yang tertinggal.

Tiada yang mengejutkan kedua orang tuanya kecuali seruan anaknya di depan pintu rumah mereka. Maka ayahnya berkata, "Dia Auf, demi Tuhan yang memiliki Ka'bah." Dan ibunya berkata, "Waduh, hebatnya si Auf, padahal dia telah diikat pada tiang oleh musuhnya." Lalu keduanya berebutan menuju ke pintu rumah dan juga pelayan keduanya, tiba-tiba mereka melihat Auf telah tiba dengan membawa ternak unta yang memenuhi halaman rumah mereka. Kemudian Auf menceritakan kepada kedua orang tuanya nasib yang dialaminya dan perihal ternak unta yang dibawanya itu. Maka ayahnya berkata, "Tahanlah sikapmu berdua, aku akan menghadap terlebih dahulu kepada Rasulullah Saw. untuk menanyakan apa yang harus kita lakukan dengan ternak unta ini." Ayahnya datang menghadap kepada Rasulullah Saw., lalu menceritakan kepadanya berita tentang Auf anaknya dan ternak unta yang dibawanya. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Berbuatlah sesuka hatimu dengan ternak unta itu, ternak unta itu sekarang telah menjadi milikmu. Lalu turunlah firman Allah Swt. yang mengatakan: "Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya." (Ath-Thalaq: 2-3)

Firman Allah Swt.:
"Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya." (Ath-Thalaq: 3)

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Lais, telah menceritakan kepada kami Qais ibnu Hajjaj, dari Hanasy As-San'ani, dari Abdullah ibnu Abbas yang telah menceritakan kepadanya bahwa di suatu hari ia pernah dibonceng di belakang Rasulullah Saw., lalu Rasulullah Saw. bersabda kepadanya: "Hai para pemuda, sesungguhnya aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat (yaitu), peliharalah (batasan-batasan) Allah, niscaya Dia akan memeliharamu. Ingatlah selalu Allah, niscaya engkau akan menjumpai-Nya di hadapanmu. Dan apabila kamu memohon, mohonlah kepada Allah; dan apabila kamu meminta tolong, maka minta tolonglah kepada Allah. Dan ketahuilah bahwa umat ini seandainya bersatu untuk memberimu manfaat, mereka tidak dapat memberimu manfaat kecuali dengan sesuatu yang telah ditetapkan Allah untukmu. Dan seandainya mereka bersatu untuk menimpakan mudarat terhadap dirimu, niscaya mereka tidak dapat menimpakan mudarat terhadapmu kecuali dengan sesuatu yang telah ditetapkan Allah akan menimpa dirimu. Qalam telah diangkat dan semua lembaran telah kering (takdir telah ditetapkan)."
Imam Turmuzi meriwayatkan hadis ini melalui Lais ibnu Sa'd dan Ibnu Lahi'ah dengan sanad yang sama, dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Basyir ibnu Sulaiman, dari Sayyar Abul Hakam, dari Tariq ibnu Syihab, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: "Barang siapa yang mempunyai suatu keperluan, lalu ia menyerahkannya kepada manusia, maka dapat dipastikan bahwa keperluannya itu tidak dimudahkan baginya. Dan barang siapa yang menyerahkan keperluannya kepada Allah Swt., maka Allah akan mendatangkan kepadanya rezeki yang segera atau memberinya kematian yang ditangguhkan (usia yang diperpanjang)."
Kemudian Imam Ahmad meriwayatkannya dari Abdur Razzaq, dari Sufyan, dari Basyir, dari Sayyar alias Abu Hamzah. Selanjutnya Imam Ahmad mengatakan bahwa sanad inilah yang benar, karena Sayyar Abul Hakam belum pernah meriwayatkan hadis dari Tariq. 

Firman Allah Swt.:
"Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya." (Ath-Thalaq: 3)
Yakni melaksanakan ketetapan-ketetapan dan hukum-hukum-Nya terhadap makhluk-Nya menurut apa yang dikehendaki dan yang diinginkan-Nya.

Firman Allah Swt.:
"Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (Ath-Thalaq: 3)
Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
"Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya." (Ar-Ra'd: 8)

------------------------------------------------------------------------

Istighfar 70x/100x

hawqolah 100x

ayat seribu dinar 

Selasa, 26 April 2022

makna atau arti dari kalimat zikir "la haula wa la quwwata illa billah"

Kalimat zikir "la haula wa la quwwata illa billah" bila di terjemahkan atau artikan ke dalam bahasa Indonesia sering di artikan "Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah" atau bila di terjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi "There is no power and no strength except with Allah" 

sebenarnya tidak ada kalimat dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris yang benar-benar bisa mengartikan kalimat zikir tersebut secara tepat dikarenakan keterbatasan kekayaan kosa kata kalimat bahasa Indonesia atau bahasa Inggris di bandingkan dengan kalimat bahasa Arab. 

Salah satu kelemahan dalam terjemahan tersebut adalah, apakah beda makna daya dan kekuatan dalam terjemah kalimat zikir tersebut? padahal menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daya dan kekuatan memiliki makna yang sama. Jawabannya, sebenarnya penggunaan kata daya dan kekuatan hanya untuk membedakan terjemahan kata haula (hawla) dan quwwata dari bahasa Arab. Makna haula dan quwwata itu maknanya hampir mirip, tapi yang satu bersifat menolak/menghindari dan yang satu lagi bersifat menarik/mendatangkan.

Sebagian para ulama memaknainya "Tiada kekuatan untuk menolak keburukan/maksiat dan tiada kekuatan untuk menarik kebaikan/keta'atan kecuali dengan pertolongan Allah"

Penafsiran tersebut disampaikan satu persatu oleh Syekh Abul ‘Ala al-Mubarakfuri (wafat 1353 H) dalam salah satu kitabnya Tuhfatul Ahwâdzi. Di antaranya sebagaimana penafsiran yang disampaikan oleh Imam Nawawi: 'Kalimat la haula wala quwwata illa billah atau hauqalah adalah kalimat yang penuh kepatuhan dan kepasrahan diri (kepada Allah), dan sungguh seorang hamba tidak memiliki urusannya sedikit pun, tidak ia tidak memiliki daya untuk menolak keburukan dan tidak memiliki kekuatan untuk menarik kebaikan, kecuali dengan kehendak Allah swt'.” (Abul ‘Ala Muhammad ‘Abdurrahman bin ‘Abdurrahim al-Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwâdzi bi Syarhi Jâmi’it Tirmidzi, [Beirut, Dârul Kutubil ‘Ilmiyyah: 2000], juz IX, halaman 301). 

Masih dalam referensi yang sama, Syekh al-Mubarakfuri mengutip salah satu pendapat ulama, bahwa kalimat la haula wala quwwata illa billah atau hauqalah memiliki makna tidak ada daya dalam menolak semua kejelekan dan tidak ada upaya untuk menarik kebaikan. Pendapat lain juga mengatakan, bahwa maknanya adalah tidak ada daya untuk menghindar dari bermaksiat kepada Allah dan tidak ada kekuatan untuk melakukan ketaatan kepada-Nya, kecuali atas pertolongan-Nya.

Begitu juga menurut Imam Ibnu Hajar al-Asqalani, tidak jauh berbeda dengan beberapa makna yang telah disebutkan sebelumnya. Menurutnya, makna kalimat la haula wala quwwata illa billah atau hauqalah adalah tidak ada yang memiliki daya untuk bisa menghindar dari maksiat kecuali dengan adanya penjagaan dari Allah, dan tidak ada yang memiliki kekuatan untuk melakukan ketaatan kecuali mendapatkan taufiq dari Allah swt. (Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bâri, [Beirut, Dârul Ma’rifah: 1999], juz XI, halaman 500).

Sumber